Para ilmuwan melaporkan bahwa partikel-partikel antimateri eksotis dideteksi jauh di dalam bumi.
Mempelajari partikel tersebut yang diaanggap merupakan hasil dari penguraian radioaktif dalam Bumi bisa membuat para ilmuwan lebih mengerti bagaimana aliran panas dalam planet kita mempengaruhi kejadian-kejadian di permukaan seperti gunung berapi dan gempa bumi.
Partikel-partikel yang disebut geoneutrinos terbuat dari materi aneh bernama antimateri yang keadaannya terbalik dari materi biasa. Ketika partikel biasa seperti elektron bertemu antimaterinya yang disebut positron, keduanya saling menghilangkan diri dalam ledakan yang kuat.
Geoneutrino merupakan antimateri dari neutrino yang sangat ringan, partikel yang terbentuk di dalam matahari ketika sinar kosmis mengenai atom normal. Penelitian terdahulu yang disebut KamLAND di Jepang menemukan tanda-tanda permulaan tentang kemungkinan geoneutrinos pada tahun 2005.
Para peneliti di kolaborasi Borexino di Laboratorium Nasional Gran Sasso dari Institut Fisika Nuklir Italia menemukan geoneutrino dalam sebuah bola detektor yang berisi 1.000 ton hidrokarbon cair. Bola ini tertutup dalam sebuah bola baja lebih besar di mana susunan detektor foto yang sangat sensitif terfokus pada bagian dalam bola nilon. Kedua lapisan ditutup dengan bola baja berdiameter 13,7 m yang menahan 2.400 ton air murni.
Seluruh eksperimen dikubur hampir 1,6 km di bawah permukaan gunung Gran Sasso di Italia.
Semua pembentengan ini dilakukan untuk mencegah eksperimen mendeteksi partikel lain di luar neutrino dan geoneutrino. Partikel-partikel ini sangat sulit ditemukan karena mereka melewati hampir segalanya tanpa melakukan interaksi apa pun. Hampir setahun mencari geoneutrino, eksperimen tersebut hanya mendeteksi beberapa sinyal. Deteksi solar neutrino yang dalam pola berbeda lebih banyak.
Para peneliti menguraikan hasil dua tahun penelitian mereka dalam sebuah paper yang dipublikasi di journal Physics Letters B edisi bulan April.
"Ini merupakan hasil penting," kata rekan peneliti Frank Calaprice yang merupakan fisikawan di Universitas Princeton, New Jersey. "Ini menunjukkan bahwa geoneutrino telah dideteksi dan dengan jelas memperlihatkan alat baru untuk mempelajari bagian dalam Bumi."
Geoneutrino diperkirakan terbentuk dari penguraian radioaktif uranium, torium dan potasium dalam kerak Bumi (lapisan terjauh) dan mantel (lapisan di bawahnya yang terbentang sampai 2.90 km di bawah permukaan).
Para peneliti berharap bahwa dengan mempelajari geoneutrino, mereka bisa mengetahui lebih tentang bagaimana elemen-elemen sedang terurai menambah panas di bawah permukaan bumi dan mempengaruhi proses-proses seperti konveksi di mantel. Apakah penguraian radioaktif mendominasi pemanasan di lapisan ini atau hanya menambah panas dari sumber lain merupakan pertanyaan terbuka.
Konveksi merupakan sebuah proses pencampuran yang dibawa oleh panas yang menekan aliran bebatuan panas dari dalam ke permukaan planet. Hal ini menggerakkan lempeng tektonik, mengubah benua, melebarkan dasar lautan, dan menyebabkan gunung api meletus dan gempa bumi mengguncang.
Hasil dari penelitian baru menunjukkan bahwa aktifitas radioaktif dalam Bumi mungkin memberikan kontribusi pada pemanasan di mantel, kata Calaprice.
Mempelajari partikel tersebut yang diaanggap merupakan hasil dari penguraian radioaktif dalam Bumi bisa membuat para ilmuwan lebih mengerti bagaimana aliran panas dalam planet kita mempengaruhi kejadian-kejadian di permukaan seperti gunung berapi dan gempa bumi.
Partikel-partikel yang disebut geoneutrinos terbuat dari materi aneh bernama antimateri yang keadaannya terbalik dari materi biasa. Ketika partikel biasa seperti elektron bertemu antimaterinya yang disebut positron, keduanya saling menghilangkan diri dalam ledakan yang kuat.
Geoneutrino merupakan antimateri dari neutrino yang sangat ringan, partikel yang terbentuk di dalam matahari ketika sinar kosmis mengenai atom normal. Penelitian terdahulu yang disebut KamLAND di Jepang menemukan tanda-tanda permulaan tentang kemungkinan geoneutrinos pada tahun 2005.
Para peneliti di kolaborasi Borexino di Laboratorium Nasional Gran Sasso dari Institut Fisika Nuklir Italia menemukan geoneutrino dalam sebuah bola detektor yang berisi 1.000 ton hidrokarbon cair. Bola ini tertutup dalam sebuah bola baja lebih besar di mana susunan detektor foto yang sangat sensitif terfokus pada bagian dalam bola nilon. Kedua lapisan ditutup dengan bola baja berdiameter 13,7 m yang menahan 2.400 ton air murni.
Seluruh eksperimen dikubur hampir 1,6 km di bawah permukaan gunung Gran Sasso di Italia.
Semua pembentengan ini dilakukan untuk mencegah eksperimen mendeteksi partikel lain di luar neutrino dan geoneutrino. Partikel-partikel ini sangat sulit ditemukan karena mereka melewati hampir segalanya tanpa melakukan interaksi apa pun. Hampir setahun mencari geoneutrino, eksperimen tersebut hanya mendeteksi beberapa sinyal. Deteksi solar neutrino yang dalam pola berbeda lebih banyak.
Para peneliti menguraikan hasil dua tahun penelitian mereka dalam sebuah paper yang dipublikasi di journal Physics Letters B edisi bulan April.
"Ini merupakan hasil penting," kata rekan peneliti Frank Calaprice yang merupakan fisikawan di Universitas Princeton, New Jersey. "Ini menunjukkan bahwa geoneutrino telah dideteksi dan dengan jelas memperlihatkan alat baru untuk mempelajari bagian dalam Bumi."
Geoneutrino diperkirakan terbentuk dari penguraian radioaktif uranium, torium dan potasium dalam kerak Bumi (lapisan terjauh) dan mantel (lapisan di bawahnya yang terbentang sampai 2.90 km di bawah permukaan).
Para peneliti berharap bahwa dengan mempelajari geoneutrino, mereka bisa mengetahui lebih tentang bagaimana elemen-elemen sedang terurai menambah panas di bawah permukaan bumi dan mempengaruhi proses-proses seperti konveksi di mantel. Apakah penguraian radioaktif mendominasi pemanasan di lapisan ini atau hanya menambah panas dari sumber lain merupakan pertanyaan terbuka.
Konveksi merupakan sebuah proses pencampuran yang dibawa oleh panas yang menekan aliran bebatuan panas dari dalam ke permukaan planet. Hal ini menggerakkan lempeng tektonik, mengubah benua, melebarkan dasar lautan, dan menyebabkan gunung api meletus dan gempa bumi mengguncang.
Hasil dari penelitian baru menunjukkan bahwa aktifitas radioaktif dalam Bumi mungkin memberikan kontribusi pada pemanasan di mantel, kata Calaprice.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar