Selama ini, kodok pohon Jepang telah terbiasa tidak melakukan panggilan di saat yang sama.
Sekelompok tim ilmuwan dari Polytechnic
University of Catalonia, Spanyol mencoba cara baru untuk membuat
algoritma yang dapat mengoptimalkan node-node pada jaringan. Langkah ini
diharapkan bisa diterapkan untuk mengembangkan jaringan nirkabel yang
efisien.
Tetapi uniknya, ide dari algoritma tersebut datang dari suara kodok jantan yang tengah mengorek. Tepatnya Japanese tree frog (Hyla japonica) atau kodok pohon Jepang.
Selama ini, kodok pohon Jepang telah terbiasa tidak melakukan panggilan di saat yang sama. Tujuannya adalah agar para kodok betina bisa membedakan antara pejantan satu dengan yang lain dari arah datangnya suara, lalu menemui sumber suara tersebut.
Kebingungan kodok betina untuk menentukan sumber suara kodok yang satu dengan sumber suara lainnya, khususnya saat ada dua ekor kodok jantan berada saling berdekatan, merupakan masalah utama pada spesies kodok tersebut.
Untuk menghindari masalah itu, para pejantan telah mempelajari bagaimana melakukan desinkronisasi panggilan. Atau dengan kata lain, tidak melakukan panggilan di saat yang sama agar para betina bisa menentukan suara yang terdengar berasal dari kodok yang mana.
“Berhubung tidak ada sistem terpusat untuk mengelola ‘desinkronisasi’ ini, mekanisme yang dimiliki kodok tersebut bisa dianggap sebagai contoh alami dari pengelolaan diri secara alami,” kata Christian Blum, salah satu tim peneliti.
Dengan bantuan Hugo Fernandez, peneliti lain dalam tim, mereka kemudian menggunakan perilaku kodok tersebut sebagai inspirasi dan membuat teori graph colouring problem dalam cara yang imbang dan terdistribusi.
Sebuah grafik dibuat untuk menghubungkan node-node. Dengan algoritme baru, para peneliti menggunakan warna-warna untuk node-node jaringan untuk memastikan bahwa setiap node yang terhubung tidak menggunakan warna yang sama. Tujuan utamanya adalah untuk membuat solusi pasti, yang menggunakan warna dalam jumlah yang paling sedikit.
“Tipe pewarnaan grafik ini merupakan formalisasi dari masalah yang sering kali muncul di dunia nyata, misalnya seperti pengoptimalan jaringan nirkabel modern tanpa struktur yang sudah ditentukan sebelumnya, menggunakan teknik untuk mereduksi hilangnya paket informasi serta peningkatan efisiensi energi,” kata Blum.
Penelitian ini sendiri merupakan bagian dari swarm intelligence, sebuah cabang kecerdasan tiruan yang bertujuan untuk mendesain sistem cerdas menggunakan berbagai teknik. Metode-metode pada cabang ilmu ini seringkali terinspirasi oleh perilaku kolektif di kalangan hewan seperti koloni semut, burung, ikan, dan dalam kasus ini, kodok.
(Abiyu Pradipa. Sumber: Phys.Org)
sumber: http://nationalgeographic.co.id/berita/2012/07/suara-kodok-jadi-inspirasi-efisiensi-jaringan-nirkabel
Tetapi uniknya, ide dari algoritma tersebut datang dari suara kodok jantan yang tengah mengorek. Tepatnya Japanese tree frog (Hyla japonica) atau kodok pohon Jepang.
Selama ini, kodok pohon Jepang telah terbiasa tidak melakukan panggilan di saat yang sama. Tujuannya adalah agar para kodok betina bisa membedakan antara pejantan satu dengan yang lain dari arah datangnya suara, lalu menemui sumber suara tersebut.
Kebingungan kodok betina untuk menentukan sumber suara kodok yang satu dengan sumber suara lainnya, khususnya saat ada dua ekor kodok jantan berada saling berdekatan, merupakan masalah utama pada spesies kodok tersebut.
Untuk menghindari masalah itu, para pejantan telah mempelajari bagaimana melakukan desinkronisasi panggilan. Atau dengan kata lain, tidak melakukan panggilan di saat yang sama agar para betina bisa menentukan suara yang terdengar berasal dari kodok yang mana.
“Berhubung tidak ada sistem terpusat untuk mengelola ‘desinkronisasi’ ini, mekanisme yang dimiliki kodok tersebut bisa dianggap sebagai contoh alami dari pengelolaan diri secara alami,” kata Christian Blum, salah satu tim peneliti.
Dengan bantuan Hugo Fernandez, peneliti lain dalam tim, mereka kemudian menggunakan perilaku kodok tersebut sebagai inspirasi dan membuat teori graph colouring problem dalam cara yang imbang dan terdistribusi.
Sebuah grafik dibuat untuk menghubungkan node-node. Dengan algoritme baru, para peneliti menggunakan warna-warna untuk node-node jaringan untuk memastikan bahwa setiap node yang terhubung tidak menggunakan warna yang sama. Tujuan utamanya adalah untuk membuat solusi pasti, yang menggunakan warna dalam jumlah yang paling sedikit.
“Tipe pewarnaan grafik ini merupakan formalisasi dari masalah yang sering kali muncul di dunia nyata, misalnya seperti pengoptimalan jaringan nirkabel modern tanpa struktur yang sudah ditentukan sebelumnya, menggunakan teknik untuk mereduksi hilangnya paket informasi serta peningkatan efisiensi energi,” kata Blum.
Penelitian ini sendiri merupakan bagian dari swarm intelligence, sebuah cabang kecerdasan tiruan yang bertujuan untuk mendesain sistem cerdas menggunakan berbagai teknik. Metode-metode pada cabang ilmu ini seringkali terinspirasi oleh perilaku kolektif di kalangan hewan seperti koloni semut, burung, ikan, dan dalam kasus ini, kodok.
(Abiyu Pradipa. Sumber: Phys.Org)
sumber: http://nationalgeographic.co.id/berita/2012/07/suara-kodok-jadi-inspirasi-efisiensi-jaringan-nirkabel
Tidak ada komentar:
Posting Komentar