Nira dan gula
Gula aren diperoleh dengan menyadap tandan bunga jantan yang mulai mekar dan menghamburkan serbuk sari yang berwarna kuning. Tandan ini mula-mula dimemarkan dengan memukul-mukulnya selama beberapa hari, hingga keluar cairan dari dalamnya. Tandan kemudian dipotong dan di ujungnya digantungkan tahang bambu untuk menampung cairan yang menetes.
Cairan manis yang diperoleh dinamai nira (alias legen atau saguer), berwarna jernih agak keruh. Nira ini tidak tahan lama, maka tahang yang telah berisi harus segera diambil untuk diolah niranya; biasanya sehari dua kali pengambilan, yakni pagi dan sore.
Setelah dikumpulkan, nira segera dimasak hingga mengental dan menjadi gula cair. Selanjutnya, ke dalam gula cair ini dapat dibubuhkan bahan pengeras (misalnya campuran getah nangka dengan beberapa bahan lain) agar gula membeku dan dapat dicetak menjadi gula aren bongkahan (gula gandu). Atau, ke dalam gula cair ditambahkan bahan pemisah seperti minyak kelapa, agar terbentuk gula aren bubuk (kristal) yang disebut juga sebagai gula semut.
Di banyak daerah di Indonesia, nira juga biasa difermentasi menjadi semacam minuman beralkohol yang disebut tuak atau di daerah timur juga disebut saguer. Tuak ini diperoleh dengan membubuhkan satu atau beberapa macam kulit kayu atau akar-akaran (misalnya kulit kayu nirih (Xylocarpus) atau sejenis manggis hutan (Garcinia)) ke dalam nira dan membiarkannya satu sampai beberapa malam agar berproses. Bergantung pada ramuan yang ditambahkan, tuak yang dihasilkan dapat berasa sedikit manis, agak masam atau pahit.
Dengan membubuhkan bahan yang lain, atau dengan membiarkan begitu saja selama beberapa hari, nira dapat berfermentasi menjadi cuka. Cuka dari aren ini kini tidak lagi populer, terdesak oleh cuka buatan pabrik.
Nira mentah (segar) bersifat pencahar (laksativa), sehingga kerap digunakan sebagai obat urus-urus. Nira segar juga baik sebagai bahan campuran (pengembang) dalam pembuatan roti
NIRA POHON AREN PENGHASIL ETANOL
NIRA pohon aren (Arenga pinnata) yang selama ini hanya dikenal untuk bahan baku gula, atau hanya buahnya (kolang kaling) untuk bahan campuran es buah maupun makanan ringan lainnya, ternyata mengandung etanol yang cukup tinggi. Bahkan nira pohon aren ini dapat menghasilkan 1,2 liter etanol per pohon per hari. Kandungan etanol ini jauh lebih tinggi jika dibanding jenis tanaman lainnya.
Sebagai pengganti bahan bakar minyak (BBM), etanol dari nira pohon aren ini dinilai sangat menguntungkan karena dapat tumbuh subur dengan kondisi cuaca di Indonesia. Pohon aren dapat disadap niranya pada tanaman usia satu tahun. Jika ini dikembangkan secara besar-besaran, soal BBM Indonesia bisa seperti Timur Tengah.
Melihat potensi pohon aren yang begitu tinggi, jika satu batang pohon aren mampu menghasilkan 1,2 liter etanol per hari, maka untuk satu hektar lahan dengan jumlah tanaman 200 batang (dibuat minimal) paling tidak mampu menghasilkan sekitar 200 liter per hari. Dengan perhitungan ini maka setiap tahunnya diperkirakan dapat menghasilkan sekitar Rp 480 juta. Namun demikian dari perhitungan secara umum produktivitas etanol dari pohon aren ini mencapai 40.000 liter per hektar per tahun. Namun produksi ini jauh lebih tinggi jika dibanding tanaman lainnya seperti ubi kayu yang hanya mampu menghasilkan sekitar 2.000 hingga 7.000 liter per hektar per tahun, jagung 400 – 2.500 liter per hektar per tahun, tebu 3.000 – 8.500 per hektar per tahun, sorgum 1.500 – 5.000 per hektar per tahun dan lainnya.
Melihat produktivitas etanol yang lebih tinggi dengan harga yang terus melambung, Perhutani bisa beralih ke sana jika dibandingkan pohon pinus, pohon aren lebih menguntungkan, sebab untuk pinus dalam satu tahun per hektarnya hanya mampu menghasilkan kurang dari Rp 10 juta. pemerintah seharusnya lebih memperhatikan ini demi menanggulangi krisis bahan bakar. apalagi di indonesia ini sumber daya manusia nya tidak kalah berkualitas dengan orang-orang barat. saya berfikir di indonesia ini banyak sumber daya alam yang mampu menghasilkan energi alternatif. namun kurangnya sarana dan pembekalan lah yang menjadikan sumber daya alam kita minim dimanfaatkan..
Melihat potensi pohon aren yang begitu tinggi, jika satu batang pohon aren mampu menghasilkan 1,2 liter etanol per hari, maka untuk satu hektar lahan dengan jumlah tanaman 200 batang (dibuat minimal) paling tidak mampu menghasilkan sekitar 200 liter per hari. Dengan perhitungan ini maka setiap tahunnya diperkirakan dapat menghasilkan sekitar Rp 480 juta. Namun demikian dari perhitungan secara umum produktivitas etanol dari pohon aren ini mencapai 40.000 liter per hektar per tahun. Namun produksi ini jauh lebih tinggi jika dibanding tanaman lainnya seperti ubi kayu yang hanya mampu menghasilkan sekitar 2.000 hingga 7.000 liter per hektar per tahun, jagung 400 – 2.500 liter per hektar per tahun, tebu 3.000 – 8.500 per hektar per tahun, sorgum 1.500 – 5.000 per hektar per tahun dan lainnya.
Melihat produktivitas etanol yang lebih tinggi dengan harga yang terus melambung, Perhutani bisa beralih ke sana jika dibandingkan pohon pinus, pohon aren lebih menguntungkan, sebab untuk pinus dalam satu tahun per hektarnya hanya mampu menghasilkan kurang dari Rp 10 juta. pemerintah seharusnya lebih memperhatikan ini demi menanggulangi krisis bahan bakar. apalagi di indonesia ini sumber daya manusia nya tidak kalah berkualitas dengan orang-orang barat. saya berfikir di indonesia ini banyak sumber daya alam yang mampu menghasilkan energi alternatif. namun kurangnya sarana dan pembekalan lah yang menjadikan sumber daya alam kita minim dimanfaatkan..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar