Teori evolusi hanyalah pernyataan spekulatif yang tidak didukung oleh kriteria ilmiah dan bukti-bukti yang sahih. Lebih dari itu, pendapatnya bahwa setiap mahluk hidup muncul sebagai akibat kejadian kebetulan sama sekali tidak memiliki landasan logika ataupun landasan ilmiah.
Meskpun demikian, konsep evolusi dipertahankan karena merupakan satu-satunya harapan kelompok ideologi tertentu agar sebagian besar masyarakat terasing dari kebenaran. Karena alasan inilah, meskipun seluruh argumennya selalu bertentangan dengan kenyataan, mereka masih berusaha untuk tetap menjadikannya sebagai agenda mereka. Seperti halnya ketika dihadapkan dengan mahluk-mahluk hidup lainnya, begitu pula halnya dengan laba-laba. Teori evolusi tidak berdaya sama sekali; teori ini tak dapat menjelaskan bagaimana terjadinya keistimewaan-keistimewaan yang dimiliki laba-laba.
Jika keistimewaan-keistimewaan laba-laba ini kita lihat dari sudut pandang evolusi, kita dapat lebih melihat betapa tidak warasnya teori evolusi ini. Mari kita bayangkan seekor serangga yang akan kita khayalkan sebagai nenek moyang dari semua laba-laba. Dengan keadaan demikian, ia tidak akan mampu untuk berburu apapun, dan akan segera mati kelaparan. Namun anehnya, khayalan kita ini dapat bertahan hidup karena kejadian kebetulan atau karena kekuatan lain yang tak dapat difahami.
Pada suatu hari, serangga yang buta dan tuli ini mempunyai gagasan membuat jaring untuk berburu. Namun serangga ini tentunya tak memiliki kemampuan arsitektural dan kemampuan berhitung yang diperlukan untuk membuat jaring. Satu demi satu ia harus menghitung: kecepatan angin dan kecepatan mangsa yang akan ditangkapnya, beban yang harus dipikul jaring, penyebaran beban-beban tersebut, daya dukung tanaman atau daun yang menjadi pondasinya, serta detil-detil lainnya. Sampai di sini mungkin muncul sebuah pertanyaan, "Bagaimana serangga ini dapat melakukan perhitungan?". Namun jangan lupa bahwa itulah logika dasar dari teori evolusi: evolusi, dalam usahanya untuk menyangkal adanya penciptaan, tidak memiliki pilihan lain kecuali mengkhayalkan bahwa serangga tersebut melakukan sendiri perhitungan di atas.
Bahkan jika kita terima bahwa serangga tersebut memiliki kecerdasan untuk merencanakan konstruksi sebuah jaring, tetap saja tidak dapat lolos dari maut; karena tidak memiliki peralatan untuk membuat jaring tersebut. Peralatan yang sesuai untuk pekerjaan tersebut tidak tersedia di alam. Kemudian dalam keadaan seperti ini, mahluk ini memutuskan untuk membuat benang untuk jaringnya. Lagi-lagi ia menghadapi masalah besar; bagaimana cara membuat benang ini?
Selanjutnya, karena kekuatan yang bernama kejadian kebetulan, beberapa perubahan terjadi di dalam tubuh serangga ini sehingga muncul lah enam kelenjar yang berbeda dalam bentuk yang sempurna. Kelenjar-kelenjar yang muncul di bagian bawah tubuhnya ini siap mengeluarkan cairan-cairan kimia yang diperlukan, dan mulai bekerja pada sistem tekanan dan sistem waktu yang bersesuaian. Secara kebetulan pula, cairan yang dihasilkan kelenjar-kelenjar ini saling bercampur dengan perbandingan tertentu sehingga dihasilkan bahan mentah bagi benang tadi. Karena kebetulan lainnya, dan dalam waktu yang bersamaan, cerat pemintal di belakang kakinya memintal serat-serat sehingga dihasilkan benang sempurna. Betapa mujurnya nasib kejadian kebetulan ini sehingga benang yang muncul lima kali lebih kuat daripada baja, dan tigapuluh persen lebih elastis daripada karet. Benang dengan karakteristik molekuler yang tak dapat ditiru manusia ini telah direncanakan oleh mahluk kecil yang dinamakan serangga.
Kemudian, serangga ini menjalin jaring, terkadang menggunakan benang-benang elastik yang lengket, dan di saat lain menggunakan benang yang kaku dan kuat. Sungguh suatu kebetulan bahwa kaki-kaki serangga ini berbuku tujuh [tiga?] sehingga dapat berjalan di atas jaring! Dan suatu kebetulan lain sudah terdapat pada kakinya; suatu lapisan khusus yang mencegah kakinya melekat pada jaring. Dan kejadian kebetulan itu tidak berhenti sampai di sini. Tubuh serangga yang tuli dan hampir buta ini ditutupi rambut-rumbut khusus yang dapat merasakan getaran kecil pada jaring, sejak hari pertama ia menjalin jaring. Maka menurut teori evolusi, laba-laba masa kini muncul sebagai akibat kejadian kebetulan dan memperoleh berbagai kemampuan yang tak dapat dirinci di sini.
Dengan mengkaji skenario ini, sungguh jelas betapa tidak masuk akalnya teori evolusi itu. Ada hal penting yang harus dicatat di sini. Pertama-tama, keistimewaan-keistimewaan yang dimiliki laba-laba tidak mungkin muncul secara bertahap. Kemampuan-kemampuan yang disebutkan di atas harus timbul secara bersamaan. Suatu hal yang mustahil bahwa seekor laba-laba tahu cara membuat jaring tetapi tak dapat membuat sutera, atau dapat membuat sutera namun tidak tahu cara membuat jaring. Bagi laba-laba yang tidak membangun jaring, seperti laba-laba pelompat, seluruh kemampuannya diciptakan secara serentak dengan sifat-sifat yang bahkan lebih mengagumkan, yang sekaligus membuktikan kesekian ribu kalinya kebohongan teori evolusi.
Jika saja laba-laba dapat membuat jaring-jaring terindah, tanpa bahan lengket yang tersebar di atasnya, tetap saja jaring tersebut tidak bermanfaat. Jika bahan lengket tersebut ada, namun kali ini tanpa sifat-sifat molekul pembentuk elastisitas, dan secara alami hal seperti ini masih dapat diterima, maka jaring tersebut belum melayani sebuah tujuan apapun dan laba-laba pun akan mati.
Seekor laba-laba yang memiliki mekanisme yang diperlukan untuk membuat sutera, namun tidak mendapatkan bahan yang bernama skleroprotein dari makanan yang dicernanya, tidak akan dapat membuat sutera. Selain itu, jika laba-laba berjalan pada jaringnya, maka ia memerlukan pelapis kimia pada kakinya sehingga ia dapat berjalan tanpa melekat pada jaringnya. Pada sat yang sama, laba-laba memerlukan sistem pengindera untuk merasakan getaran-getaran pada jaringnya. Satu saja dari dari keistimewaan ini hilang, laba-laba akan segera mati.
Laba-laba memiliki sistem pernafasan, sistem pencernaan, dan sistem peredaran darah. Seperti yang lainnya, sistem-sistem ini harus muncul secara bersamaan. Kita tak dapat membayangkan seekor laba-laba tanpa perut atau jantung. Maka, agar semua organ seperti organ-organ pembuat jaring bisa ada, kode-kode genetika dari organ-organ ini harus ada dalam setiap jutaan sel yang membentuk laba-laba. Satu organ baru berarti informasi tambahan dalam jutaan tahapan dalam DNA, kode genetikanya. Suatu perubahan pada salah satu dari tahapan-tahapan ini berarti bahwa organ baru tersebut sama sekali tidak memiliki tujuan apapun. (Untuk informasi lebih rinci, lihat Harun Yahya, The Miracle In The Cell, Istambul, Vural Publishing [Keajaiban Dalam Sel, Penerbit Dzikra?]).
Meskpun demikian, konsep evolusi dipertahankan karena merupakan satu-satunya harapan kelompok ideologi tertentu agar sebagian besar masyarakat terasing dari kebenaran. Karena alasan inilah, meskipun seluruh argumennya selalu bertentangan dengan kenyataan, mereka masih berusaha untuk tetap menjadikannya sebagai agenda mereka. Seperti halnya ketika dihadapkan dengan mahluk-mahluk hidup lainnya, begitu pula halnya dengan laba-laba. Teori evolusi tidak berdaya sama sekali; teori ini tak dapat menjelaskan bagaimana terjadinya keistimewaan-keistimewaan yang dimiliki laba-laba.
Jika keistimewaan-keistimewaan laba-laba ini kita lihat dari sudut pandang evolusi, kita dapat lebih melihat betapa tidak warasnya teori evolusi ini. Mari kita bayangkan seekor serangga yang akan kita khayalkan sebagai nenek moyang dari semua laba-laba. Dengan keadaan demikian, ia tidak akan mampu untuk berburu apapun, dan akan segera mati kelaparan. Namun anehnya, khayalan kita ini dapat bertahan hidup karena kejadian kebetulan atau karena kekuatan lain yang tak dapat difahami.
Pada suatu hari, serangga yang buta dan tuli ini mempunyai gagasan membuat jaring untuk berburu. Namun serangga ini tentunya tak memiliki kemampuan arsitektural dan kemampuan berhitung yang diperlukan untuk membuat jaring. Satu demi satu ia harus menghitung: kecepatan angin dan kecepatan mangsa yang akan ditangkapnya, beban yang harus dipikul jaring, penyebaran beban-beban tersebut, daya dukung tanaman atau daun yang menjadi pondasinya, serta detil-detil lainnya. Sampai di sini mungkin muncul sebuah pertanyaan, "Bagaimana serangga ini dapat melakukan perhitungan?". Namun jangan lupa bahwa itulah logika dasar dari teori evolusi: evolusi, dalam usahanya untuk menyangkal adanya penciptaan, tidak memiliki pilihan lain kecuali mengkhayalkan bahwa serangga tersebut melakukan sendiri perhitungan di atas.
Bahkan jika kita terima bahwa serangga tersebut memiliki kecerdasan untuk merencanakan konstruksi sebuah jaring, tetap saja tidak dapat lolos dari maut; karena tidak memiliki peralatan untuk membuat jaring tersebut. Peralatan yang sesuai untuk pekerjaan tersebut tidak tersedia di alam. Kemudian dalam keadaan seperti ini, mahluk ini memutuskan untuk membuat benang untuk jaringnya. Lagi-lagi ia menghadapi masalah besar; bagaimana cara membuat benang ini?
Selanjutnya, karena kekuatan yang bernama kejadian kebetulan, beberapa perubahan terjadi di dalam tubuh serangga ini sehingga muncul lah enam kelenjar yang berbeda dalam bentuk yang sempurna. Kelenjar-kelenjar yang muncul di bagian bawah tubuhnya ini siap mengeluarkan cairan-cairan kimia yang diperlukan, dan mulai bekerja pada sistem tekanan dan sistem waktu yang bersesuaian. Secara kebetulan pula, cairan yang dihasilkan kelenjar-kelenjar ini saling bercampur dengan perbandingan tertentu sehingga dihasilkan bahan mentah bagi benang tadi. Karena kebetulan lainnya, dan dalam waktu yang bersamaan, cerat pemintal di belakang kakinya memintal serat-serat sehingga dihasilkan benang sempurna. Betapa mujurnya nasib kejadian kebetulan ini sehingga benang yang muncul lima kali lebih kuat daripada baja, dan tigapuluh persen lebih elastis daripada karet. Benang dengan karakteristik molekuler yang tak dapat ditiru manusia ini telah direncanakan oleh mahluk kecil yang dinamakan serangga.
Kemudian, serangga ini menjalin jaring, terkadang menggunakan benang-benang elastik yang lengket, dan di saat lain menggunakan benang yang kaku dan kuat. Sungguh suatu kebetulan bahwa kaki-kaki serangga ini berbuku tujuh [tiga?] sehingga dapat berjalan di atas jaring! Dan suatu kebetulan lain sudah terdapat pada kakinya; suatu lapisan khusus yang mencegah kakinya melekat pada jaring. Dan kejadian kebetulan itu tidak berhenti sampai di sini. Tubuh serangga yang tuli dan hampir buta ini ditutupi rambut-rumbut khusus yang dapat merasakan getaran kecil pada jaring, sejak hari pertama ia menjalin jaring. Maka menurut teori evolusi, laba-laba masa kini muncul sebagai akibat kejadian kebetulan dan memperoleh berbagai kemampuan yang tak dapat dirinci di sini.
Dengan mengkaji skenario ini, sungguh jelas betapa tidak masuk akalnya teori evolusi itu. Ada hal penting yang harus dicatat di sini. Pertama-tama, keistimewaan-keistimewaan yang dimiliki laba-laba tidak mungkin muncul secara bertahap. Kemampuan-kemampuan yang disebutkan di atas harus timbul secara bersamaan. Suatu hal yang mustahil bahwa seekor laba-laba tahu cara membuat jaring tetapi tak dapat membuat sutera, atau dapat membuat sutera namun tidak tahu cara membuat jaring. Bagi laba-laba yang tidak membangun jaring, seperti laba-laba pelompat, seluruh kemampuannya diciptakan secara serentak dengan sifat-sifat yang bahkan lebih mengagumkan, yang sekaligus membuktikan kesekian ribu kalinya kebohongan teori evolusi.
Jika saja laba-laba dapat membuat jaring-jaring terindah, tanpa bahan lengket yang tersebar di atasnya, tetap saja jaring tersebut tidak bermanfaat. Jika bahan lengket tersebut ada, namun kali ini tanpa sifat-sifat molekul pembentuk elastisitas, dan secara alami hal seperti ini masih dapat diterima, maka jaring tersebut belum melayani sebuah tujuan apapun dan laba-laba pun akan mati.
Seekor laba-laba yang memiliki mekanisme yang diperlukan untuk membuat sutera, namun tidak mendapatkan bahan yang bernama skleroprotein dari makanan yang dicernanya, tidak akan dapat membuat sutera. Selain itu, jika laba-laba berjalan pada jaringnya, maka ia memerlukan pelapis kimia pada kakinya sehingga ia dapat berjalan tanpa melekat pada jaringnya. Pada sat yang sama, laba-laba memerlukan sistem pengindera untuk merasakan getaran-getaran pada jaringnya. Satu saja dari dari keistimewaan ini hilang, laba-laba akan segera mati.
Laba-laba memiliki sistem pernafasan, sistem pencernaan, dan sistem peredaran darah. Seperti yang lainnya, sistem-sistem ini harus muncul secara bersamaan. Kita tak dapat membayangkan seekor laba-laba tanpa perut atau jantung. Maka, agar semua organ seperti organ-organ pembuat jaring bisa ada, kode-kode genetika dari organ-organ ini harus ada dalam setiap jutaan sel yang membentuk laba-laba. Satu organ baru berarti informasi tambahan dalam jutaan tahapan dalam DNA, kode genetikanya. Suatu perubahan pada salah satu dari tahapan-tahapan ini berarti bahwa organ baru tersebut sama sekali tidak memiliki tujuan apapun. (Untuk informasi lebih rinci, lihat Harun Yahya, The Miracle In The Cell, Istambul, Vural Publishing [Keajaiban Dalam Sel, Penerbit Dzikra?]).
Ada hal lain yang menuntut perhatian. Seekor laba-laba yang baru keluar dari telur telah memiliki pengetahuan yang diperlukan untuk membuat jaring tanpa menerima pelatihan terlebih dahulu. Berdasarkan pengetahuan ini, generasi-generasi laba-laba lahir dengan kemampuan membuat jaring. Bayi laba-laba sama sekali tidak mendapatkan pelatihan, dan tidak pernah mengikuti kursus-kursus.
Seorang insinyur konstruksi harus belajar di universitas sedikitnya selama empat tahun untuk memperoleh pengetahuan yang diperlukan untuk membangun sebuah gedung. Ia mempelajari ratusan karya akademis sebagai sumbernya. Kemudian melakukan perhitungan-perhitungan pada sebuah komputer. Ia mempunyai guru-guru yang membimbingnya dan mengajarinya cara melakukan perhitungan tersebut. Bangunan sebuah jaring laba-laba, beberapa ratus kali lebih besar dibanding laba-labanya, sedikitnya memerlukan jumlah perhitungan yang sama dengan pembuatan sebuah gedung. Bahkan lulusan universitas pun belum memadai untuk bisa merencanakan dan menghitung tegangan dalam benang-benang yang menyusun jaring, kekuatan pondasi yang mendukung jaring, kebenaran bentuk geometrinya, daya tahan dan elastisitas terhadap angin dan pergerakan mangsa, sifat-sifat fisika dan kimia dari benang, dan banyak rincian lain yang belum dapat kami daftar. Bagaimanapun juga, tidak ada satu universitas pun bagi bayi-bayi laba-laba. Segera setelah lahir ke dunia, mereka mulai membuat benang, membangun jaring, dan berburu.
Para ilmuwan evolusionis, karena tak sanggup menjelaskan alasan ini, dengan putus asa membuat pernyataan lain yang sama sekali menggelikan. Menurut logika yang menolak penciptaan mendasar ini, sebuah kekuatan tak dikenal yang disebut insting memerintahkan kepada laba-laba yang baru lahir apa yang harus dilakukan.
Jadi, apa itu yang disebut insting? Apakah merupakan inspirasi yang sumbernya tidak jelas, yang mampu membuat laba-laba menjadi seorang profesor ilmu fisika dan kimia, sekaligus sebagai insinyur konstruksi dan arsitek? Apa yang menjadi sumber inspirasi yang ada di dalam laba-laba ini, dan yang muncul dengan sendirinya? Mari kita mencoba menemukannya dengan mempelajari susunan tubuh laba-laba.
Seperti semua mahluk hidup lainnya, laba-laba tersusun dari berbagai protein. Protein-protein ini tersusun dari asam-asam amino. Kemudian, asam-asam amino terbuat dari menyatunya molekul-molekul besar. Dan molekul-molekul terbentuk ketika atom-atom mengikat menjadi satu. Mari kita mencari jawaban terhadap pertanyaan di atas. Di mana tepatnya letak insting pada laba-laba, yang memberitahu bagaimana cara membuat benang-benang yang tak dapat ditiru manusia, dan menghasilkan karya arsitektur dan rekayasa tiada banding? Ataukah di dalam protein-protein yang menyusun tubuhnya? Di dalam asam-asam amino yang menyusun protein-proteinkah? Ataukah di dalam molekul-molekul yang menyusun asam-asam amino? Ataukah di dalam atom-atom yang menyusun molekul-molekul? Yang mana salah satu dari semua ini yang menjadi sumber inspirasi yang dianggap kaum evolusionis sebagai insting?
Tentu saja tidak satu pun dari semuanya. Seperti semua mahluk hidup lainnya, laba-laba tunduk kepada Tuhan seluruh alam, dan berperilaku karena terilhami olehNya.
Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepadaNya. Tiada sesuatupun melainkan bertasbih dengan memujinya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia Maha Penyantun lagi Maha Pengampun. (Surat Al-Isra': 44)
Mereka berkata: 'Maha Suci Engkau!
Tidak ada yang kami ketahui selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami.Engkau lah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.'(Surat Al-Baqarah: 32)
sumber :http://keajaibanlabalaba.com/8.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar