Siapa
tak kenal ubur-ubur, hewan nyentrik nan indah berwarna-warni terlihat
seperti memancarkan cahaya berkilauan. Hewan ini sering menjadi maskot
makhluk laut, sampe-sampe Spongebob dan Patrick pun hobi berburu
ubur-ubur. Dan siapa sangka hewan mungil ini mengantarkan tiga orang
ilmuwan meraih hadiah Nobel bidang kimia tahun 2008 karena mengisolasi
dan mengembangkan salah satu protein yang kini jadi favorit para ilmuwan
di seluruh dunia, yaitu Green Fluorescent Protein (GFP).Protein ini memendarkan cahaya hijau ketika terpajan (exposed) pada cahaya biru. Dan gen pengkode protein ini telah dicoba diklonkan ke dalam sel makhluk hidup seperti bakteri, yeast, serangga dan bahkan manusia, untuk membuktikan bahwa suatu gen “alien” (asing) dapat diinsersi, diekspresikan dan dilewatkan.
Saat ini GFP telah digunakan dalam berbagai aplikasi, mulai dari mencari
obat untuk menangani ketulian hingga membuat ANDi –primata pertama
hasil rekayasa genetika– yang saat ini digunakan untuk mengembangkan
pengobatan untuk penyakit Huntington.
Bahkan GFP ini berpotensi digunakan untuk menemukan bahan tambang di
lokasi pertambangan melalui bakteri yang dilabel GFP. GFP juga bisa
berkelap-kelip pada temperatur yang berbeda-beda, sehingga berpotensi
untuk digunakan sebagai termometer kecil. Sungguh luar biasa. Maka tak
heran jika Osamu Shimomura (Marine Biological Laboratory, Woods Hole),
Martin Chalfie (Columbia University, New York) dan Roger Tsien (the
University of California, San Diego) menerima hadiah Nobel untuk jasa
mereka.
Berikut ini adalah gambar-gambar terkait GFP yang sangat menarik yang diambil dari situs NewScientist.com
Aequorea victoria
Sebuah protein fluorescent dari ubur-ubur kristal (Aequorea victoria) yang tinggal di Samudera Pasifik Utara, membuat penemunya menerima anugerah Nobel bidang kimia.
Dengan menautkan gen yang mengkode Green Fluorescent Protein (GFP) dengan gen lain, para ilmuwan dapat melacak sel dan organisme secara rinci dan indah.
Warna-warni GFP
GFP asli bekerja dengan baik pada luminisensi Ubur-ubur, tetapi para
ilmuwan merasa kurang puas dan berusaha mengembangkan GFP ini selama dua
dekade terakhir. Mereka melakukan teknik rekayasa genetika untuk
membuat GFP berpendar lebih terang, lebih lama dan bahkan dengan
warna-warni berbeda.
Gambar di atas bukanlah coretan crayon anak SD, tetapi merupakan goresan
bakteri dalam cawan Petri yang mengekspresikan GFP dalam berbagai versi
yang berbeda warna. Benar-benar keren!
GFP Pada Mencit
Mencit pun kini sudah berhasil ‘dimodifikasi’ agar dapat berpendar
seperti Ubur-ubur, mereka kini dapat mengekspresikan GFP di dalam setiap
sel tubuhnya.
Macaca pun Bisa Hijau
Bahkan, organisme yang sangat kompleks seperti Macaca ini pun kini bisa
‘disusupi’ GFP. Para ilmuwan merekayasa beberapa rhesus Macaca untuk
mengekspresikan GFP bersama dengan sebuah protein yang menyebabkan sang
hewan menderita penyakit Huntington, sebuah penyakit neurodegeneratif.
GFP digunakan untuk memastikan bahwa gen penyebab penyakit tadi telah
‘merasuk’ ke dalam tubuh monyet tadi.
Struktur 3D GFP
GFP sendiri terdiri atas 238 asam amino. Bentuknya yang menyerupai
gentong inilah yang menjadi kunci sifat fluoresensi yang dimiliki GFP.
GFP pada Yeast
Ragi kue/roti di atas mengaktifasi dua versi GFP yang berbeda pada membran permukaannya, yaitu GFP hijau dan merah.
Jika protein yang berwarna merah dan hijau sama-sama terekspresi di
dalam sel, maka akan terlihat corak warna kekuningan. Sifat ini membantu
para ilmuwan jika GFP digunakan untuk melacak dua protein yang berada
di dalam lokasi yang sama di dalam sel.
Pelangi GFP
Gambar di atas adalah sel-sel otak tikus –disebut brainbow– merupakan
kombinasi antara protein ubur-ubur dan protein fluorescent koral.
Dengan mencampurkan protein fluorescent yang berwarna hijau, merah,
kuning dan oranye, para ilmuwan dapat membuat hingga 90 warna yang
berbeda. Palet warna ini dapat melacak jaringan yang rumit koneksi
antara sel-sel otak.
Dengan begitu besarnya manfaat GFP dan luasnya aplikasi GFP dalam
berbagai penelitian, maka pantaslah sang ilmuwan yang pertama kali
menemukan manfaat besar protein ini untuk dianugerahi hadiah Nobel. Yang
jelas manfaatnya akan makin terasa terutama dalam penelitian mengenai
mekanisme penjangkitan dan pengobatan suatu penyakit. Tak sia-sia Allah
SWT menciptakan sesuatu, pasti ada manfaatnya.
Sumber: NewScientist.com
Terimakasih atas informasinya :) semoga sukses slalu .. Ditunggu informasi menarik selanjutnya :) senang berkunjung ke website anda, terimakasih. sekali lagi thanks.
BalasHapus