Dalam
beberapa tahun terakhir ini, para peneliti telah melakukan riset bahwa
tanaman dapat menghantarkan listrik dan bahkan para peneliti dari
Massachusetts Institute of Technology telah menemukan bahwa tanaman
dapat menghasilkan hingga 200 millivolts tenaga listrik. Dalam
penelitiannya mereka bekerja sama dengan Voltaree, sebuah perusahaan
yang memegang paten untuk mengembangkan rangkaian sensor hutan untuk
mengeksploitasi sumber daya baru. Mereka mempelajari kemungkinan untuk
menggunakan pohon sebagai "penjaga" untuk mendeteksi potensi ancaman
kebakaran hutan.
Dinas Kehutanan AS telah memprediksi dan mengawasi kebakaran hutan dengan berbagai alat, termasuk remote automated weather stations. Namun stasiun ini harganya mahal dan jarang didistribusikan. Sensor tambahan dapat digunakan untuk menyelamatkan pohon-pohon dari ancaman kebakaran hutan dengan menyediakan data iklim setempat yang lebih baik untuk digunakan sebagai model dalam memprediksi kebakaran dan memberikan peringatan sebelumnya. Namun, penggantian atau pengisian baterai pada sensor secara manual sering kali sangat sulit dilakukan karena lokasi yang jauh dan membuat hal ini tidak praktis serta mahal.
Sistem sensor baru yang dikembangkan oleh tim dari Massachusetts Institute of Technology berusaha untuk menghindari masalah ini dengan memanfaatkan pohon sebagai catu daya mandiri. Setiap sensor dilengkapi dengan baterai yang dapat diisi ulang perlahan-lahan dengan menggunakan listrik yang dihasilkan oleh pohon. Sebuah pohon tidak menghasilkan banyak daya namun seiring berjalannya waktu dayanya akan terkumpul dan dapat digunakan.
Sistem ini menghasilkan listrik yang cukup untuk memungkinkan sensor suhu dan sensor kelembaban untuk mengirimkan sinyal nirkabel empat kali sehari, atau sesegera mungkin jika ada api. Setiap sinyal akan ditransmisikan dari satu sensor ke yang lain, hingga mencapai stasiun cuaca yang kemudian mengirimkan data melalui satelit ke pusat komando kehutanan di Boise, Idaho.
Selanjutnya, Tim dari University of Washington berusaha untuk meneliti lebih lanjut dengan penelitian akademis di bidang tree power. Penelitian ini didanai sebagian oleh National Science Foundation.
Seorang mahasiswa University of Washington bernama Carlton Himes mengabiskan sepanjang musim panas dengan melakukan survei pada berbagai jenis pohon. Akhirnya, Himes menemukan bahwa pohon mapel menghasilkan tegangan stabil sampai beberapa ratus millivolts.
Tim University of Washington ini kemudian membangun sebuah perangkat yang bisa berjalan pada daya yang tersedia. Pada tahun 2009 mereka akhirnya berhasil menjalankan rangkaian yang semata-mata hanya menggunakan sumber energi dari pohon untuk pertama kalinya.
Brian Otis, seorang asisten profesor dari teknik elektro University of Washington, memimpin pengembangan dari sebuah konverter yang mampu menghasilkan output yang lebih besar dari tegangan input hanya sekitar 20 millivolts. Konverter ini berhasil menghasilkan tegangan output 1,1 volt, cukup untuk menjalankan sensor dengan daya rendah.
Rangkaian dari tim University of Washington dibuat dengan bagian-bagian berukuran 130 nanometer dan hanya mengkonsumsi rata-rata hanya 10 nanowatts selama beroperasi.
Babak Parviz, seorang profesor teknik elektro dari University of Washington, mengakui bahwa tree power ini tidak sepraktis sumber energi lain.
“Rangkaian elektronik normal tidak akan berjalan dengan tegangan dan arus yang kita dapatkan dari pohon. Tetapi skala nano yang didapatkan bukan hanya dalam ukuran, tetapi juga dalam konsumsi daya dan energi.” Kata Parviz.
Meskipun dengan menggunakan alat khusus berkekuatan rendah, konverter yang digunakan dan alat elektronik lain akan menghabiskan sebagian besar waktu mereka dalam mode tidur untuk menghemat energi.
"Jika semuanya berjalan tidur, sistem tidak akan pernah bangun," kata Otis.
Untuk mengatasi masalah ini, tim Otis membangun sebuah jam yang berjalan terus menerus pada 1 nanowatt, sekitar seperseribu daya yang diperlukan untuk menjalankan jam tangan, dan ketika dinyalakan beroperasi di 350 millivolts, sekitar seperempat tegangan pada baterai AA. Jam rendah daya listrik ini menghasilkan pulsa sekali setiap beberapa detik, yang memungkinkan sistem untuk “bangun” secara periodik.
Tree power memang masih tidak mungkin menggantikan tenaga surya untuk sebagian besar aplikasi. Namun sistem ini dapat menjadi alternatif yang murah untuk menjalankan sensor pohon yang dapat digunakan untuk mendeteksi kondisi lingkungan atau kebakaran hutan. Output elektronik juga dapat digunakan untuk mengukur kesehatan pohon.
"Sebagai generasi baru dalam teknologi," tambah Parviz, "Saya pikir perlu untuk melihat kembali apa yang bisa dilakukan atau apa yang tidak bisa dilakukan dalam hal sumber daya."
Pengembangan tentang tree power ini masih dalam tahap penelitian. Bagaimana potensinya untuk negara dengan wilayah hutan yang cukup besar seperti Indonesia?
Source:
web.mit.edu/newsoffice/2008/trees-0923.html
uwnews.org/article.asp?articleID=51869
www.sciencedaily.com/releases/2009/09/090908151330.htm
www.futurity.org/science-technology/plug...-a-low-voltage-tree/
www.nanowerk.com/news/newsid=12528.php
www.msnbc.msn.com/id/32862305/ns/technol...ce-green_innovation/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar