Fenomena ini disebabkan karena orbit semua planet dalam sistem tata surya termasuk Bumi tidak benar-benar berbentuk bulat.
Awal Juli 2012, Bumi akan berada dalam posisinya terjauhnya dari Matahari. Titik terjauh yang disebut aphelium ini memisahkan Bumi dan Matahari dengan jarak sekitar 152 juta kilometer.
Menurut Peneliti Utama Astronomi dan Astrofisika LAPAN Thomas Djamaluddin, tidak ada tanggal pasti kapan posisi ini terjadi. Hanya bisa dipastikan jika fenomena ini berlangsung di awal Juli 2012 dan berlangsung selama beberapa hari.
"Titik aphelium itu terjadi ketika Matahari dalam titik terjauhnya. Titik ini terjadi di bulan Juli namun tidak tepat harus terjadi dalam satu hari. Posisi kebalikannya yaitu perihelium, terjadi di bulan Januari ketika Matahari dalam titik terdekatnya," kata Thomas saat berbincang dengan National Geographic Indonesia, Rabu (4/7).
Namun, dilansir dari National Geographic News, aphelium ini akan terjadi pada Rabu, 4 Juli 2012 waktu setempat (Kamis, 5 Juli waktu Indonesia).
Fenomena ini disebabkan karena orbit semua planet dalam sistem tata surya termasuk Bumi tidak benar-benar berbentuk bulat. Hal ini pertama kali diungkap oleh astronom Jerman, Johannes Kepler, pada abad ke-17.
"Kepler menemukan orbit planet-planet berbentuk elips dan Matahari mengimbanginya dari pusat," jelas Mark Hammergren, astronom dari Planetarium Adler di Chicago, Illinois, AS.
Karena orbit Bumi berbentuk elips, maka setiap tahun akan ada satu titik terdekat yang disebut dengan perihelion (perihelium) dan titik terjauh dengan matahari yang dikenal dengan aphelion (aphelium).
Diperkirakan pada tanggal 4 Juli ( 5 Juli waktu Indonesia ) Bumi berada pada titik aphelium, sekitar 152.102.196 kilometer dari Matahari. Dan titik perihelium tahun ini pada tanggal 4 Januari ketika Bumi berada pada jarak 149.597.870 kilometer dari Matahari.
Thomas dan Hammergen sama-sama sepakat jika fenomena ini tidak menyebabkan dampak apa pun di Bumi. Jarak aphelium dan perihelium yang tidak terlalu signifikan juga tidak membuat warga Bumi merasakan perbedaannya.
"Bumi akan terus bergerak hingga nanti kembali pada titik terdekatnya (dengan Matahari) di bulan Januari. Tak ada efek apa pun pada Bumi dalam kejadian ini," kata Thomas.
Fenomena ini juga tidak memiliki dampak pada musim di Bumi. Karena yang menentukan musim adalah kemiringan Bumi, bukanlah jarak Bumi terhadap Matahari. Belahan Bumi Utara dan Selatan berada pada sumbu kemiringan 23,4 derajat, sehingga selama orbitnya, titik kutub dalam arah yang berbeda dari Matahari.
"Karena Bumi memiliki kemiringan, itu berarti bahwa dalam bulan-bulan musim panas (belahan Bumi utara) menerima sinar matahari lebih lama sehingga siang hari lebih panjang dan malam yang lebih pendek. Sinar matahari juga menyentuh tanah lebih vertikal (langsung)," kata Hammergren.
(Zika Zakiya/Umi Rasmi. Sumber: National Geographic News)
Menurut Peneliti Utama Astronomi dan Astrofisika LAPAN Thomas Djamaluddin, tidak ada tanggal pasti kapan posisi ini terjadi. Hanya bisa dipastikan jika fenomena ini berlangsung di awal Juli 2012 dan berlangsung selama beberapa hari.
"Titik aphelium itu terjadi ketika Matahari dalam titik terjauhnya. Titik ini terjadi di bulan Juli namun tidak tepat harus terjadi dalam satu hari. Posisi kebalikannya yaitu perihelium, terjadi di bulan Januari ketika Matahari dalam titik terdekatnya," kata Thomas saat berbincang dengan National Geographic Indonesia, Rabu (4/7).
Namun, dilansir dari National Geographic News, aphelium ini akan terjadi pada Rabu, 4 Juli 2012 waktu setempat (Kamis, 5 Juli waktu Indonesia).
Fenomena ini disebabkan karena orbit semua planet dalam sistem tata surya termasuk Bumi tidak benar-benar berbentuk bulat. Hal ini pertama kali diungkap oleh astronom Jerman, Johannes Kepler, pada abad ke-17.
"Kepler menemukan orbit planet-planet berbentuk elips dan Matahari mengimbanginya dari pusat," jelas Mark Hammergren, astronom dari Planetarium Adler di Chicago, Illinois, AS.
Karena orbit Bumi berbentuk elips, maka setiap tahun akan ada satu titik terdekat yang disebut dengan perihelion (perihelium) dan titik terjauh dengan matahari yang dikenal dengan aphelion (aphelium).
Diperkirakan pada tanggal 4 Juli ( 5 Juli waktu Indonesia ) Bumi berada pada titik aphelium, sekitar 152.102.196 kilometer dari Matahari. Dan titik perihelium tahun ini pada tanggal 4 Januari ketika Bumi berada pada jarak 149.597.870 kilometer dari Matahari.
Thomas dan Hammergen sama-sama sepakat jika fenomena ini tidak menyebabkan dampak apa pun di Bumi. Jarak aphelium dan perihelium yang tidak terlalu signifikan juga tidak membuat warga Bumi merasakan perbedaannya.
"Bumi akan terus bergerak hingga nanti kembali pada titik terdekatnya (dengan Matahari) di bulan Januari. Tak ada efek apa pun pada Bumi dalam kejadian ini," kata Thomas.
Fenomena ini juga tidak memiliki dampak pada musim di Bumi. Karena yang menentukan musim adalah kemiringan Bumi, bukanlah jarak Bumi terhadap Matahari. Belahan Bumi Utara dan Selatan berada pada sumbu kemiringan 23,4 derajat, sehingga selama orbitnya, titik kutub dalam arah yang berbeda dari Matahari.
"Karena Bumi memiliki kemiringan, itu berarti bahwa dalam bulan-bulan musim panas (belahan Bumi utara) menerima sinar matahari lebih lama sehingga siang hari lebih panjang dan malam yang lebih pendek. Sinar matahari juga menyentuh tanah lebih vertikal (langsung)," kata Hammergren.
(Zika Zakiya/Umi Rasmi. Sumber: National Geographic News)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar