Siklus air adalah peredaran air di
permukaan bumi dari satu bentuk ke bentuk lainnya. Gambar ini akan
menunjukkan dengan jelas bagaimana siklus air berlangsung.
Siklus
air tidak memiliki titik awal.
Namun kita akan memulai penjelasannya
dari samudera, karena disanalah sebagian besar air yang ada di bumi
berada. Matahari, adalah pengendali siklus air. Ia memanaskan air di
samudera. Sebagian air yang terpanaskan menguap menjadi uap air. Uap air
sangat ringan sehingga ia dapat naik ke atas menuju daerah atmosfer
dimana ia mencapai keseimbangan. Perhatikan, udara di permukaan bumi, di
sekitar anda sekarang, adalah udara yang berat. Udara yang ringan akan
cenderung berada di atas udara yang berat, sehingga uap air, yang
merupakan udara ringan, akan terangkat naik terus ke atas.
Selain
air di samudera, uap air juga berasal dari es dan salju yang menguap
karena sinar matahari. Bila anda mengamati balok es, anda akan melihat
selain menjadi air, ia juga mengeluarkan uap. Uap ini adalah hasil
sublimasi yang berupa uap air, dan ia juga akan pergi ke udara yang
tinggi.
Arus udara naik adalah
pendorong utama kenapa uap air dapat sampai ke udara yang tinggi dan
ringan di atas sana. Anda bisa lihat kalau saat anda meniup uap yang ada
di permukaan balok es, uap air tersebut semakin cepat naiknya.
Selain
samudera, es dan salju, uap air juga dihasilkan dari penguapan air
tanah dan air dari mahluk hidup. Setiap anda menghembuskan napas, anda
mengeluarkan karbondioksida dan uap air. Ini juga sebagian besar akan
terangkat ke udara atas.
Di atas,
walau udara ringan dapat tenang, suhu lebih dingin dari di permukaan
bumi. Ini terutama disebabkan karena udara merupakan penghantar panas
yang buruk, sementara di daerah berkumpulnya uap air, semuanya adalah
udara. Permukaan bumi tempat kita berada adalah penghantar panas yang
lebih baik. Selain itu, tekanan di permukaan bumi lebih besar dari di
atas sana. Ini wajar, karena kita ditimpa oleh udara yang sangat banyak.
Sementara itu, udara di tempat berkumpulnya uap air lebih sedikit
ditimpa udara di atasnya. Karena hukum gas mengatakan kalau tekanan
sebanding dengan suhu, maka semakin kecil tekanan, semakin kecil suhu.
Dan ini mengapa di atas sana, suhu udara lebih rendah daripada di
permukaan bumi.
Karena
suhu yang dingin ini, uap air akhirnya menjadi awan. Ia menjadi lebih
padat. Sama halnya seperti air, kalau suhunya menjadi dingin, ia akan
menjadi es. Keren bukan membayangkan kalau awan yang ada di atas sana
ada yang memuat napas anda?
Arus udara
kemudian menggerakkan awan ini. Di tiup kesana kemari di atmosfer bumi.
Karena awan sendiri tidak tegar, maka ada beberapa molekul air di dalam
awan ini saling bertabrakan. Seperti sekumpulan orang yang dipaksa
masuk ke kereta api. Mereka berdesakan, ada yang bisa masuk ada yang
tergencet. Tabrakan antara molekul ini membuat awan semakin padat.
Beberapa sampai begitu padat hingga akhirnya kalah oleh gravitasi dan
jatuh ke bumi.
Saat ia jatuh ke bumi,
suhu semakin panas. Akibatnya bentuknya yang padat akan mencair saat
jatuh. Dan jadilah hujan. Beberapa awan dekat bumi terlalu cepat jatuh
sehingga belum sempat menjadi tetesan air kecil sehingga ia terasa
seperti batu kerikil yang jatuh. Tetesan-tetesan air yang sangat banyak
ini membombardir permukaan bumi dan mengirim pulang air yang tadinya
berbentuk uap air naik menjadi cairan yang tumpah ke permukaan bumi.
Beberapa
turun masih berupa salju, beberapa bahkan masih berupa batu es. Umumnya
hujan yang turun dalam bentuk salju jatuh dipermukaan gunung. Hal ini
wajar karena gunung itu sangat tinggi. Dan berarti lebih dekat ke awan.
Salju yang jatuh tidak sempat menjadi air cair seperti hujan yang kita
rasakan di dataran rendah. Di situ mereka akan terus ditumpuk selama
bertahun-tahun bahkan beribu tahun lamanya!
Nah
air yang telah turun sebagai hujan ini kemudian akan mengisi selokan,
sungai, tanah, dsb. Kita memanfaatkannya untuk berbagai keperluan. Salju
di daerah yang cukup hangat seperti daerah tropis, bila jatuh di
permukaan gunung akan segera mencair dan mengalir turun ke sungai atau
pematang sawah. Ada banyak air, banyaak sekali air tergantung lamanya
waktu dan besarnya awan hujan. Ada loh awan hujan yang ukurannya sebesar
gunung. Bisa kamu bayangkan betapa padatnya udara di dalam pusat gunung
awan ini. Mereka begitu padat sehingga saat bersentuhan mengeluarkan
listrik. Dan listrik tersebut yang kita sebut petir dan kilat.
Demikianlah,
air dari hujan terus mengalir ke berbagai tempat. Sebagian ke samudera,
sebagian ke bawah tanah, sebagian ke pancuran anda. Dan dari sini
siklus akan kembali dimulai. Dan anda bisa membaca lagi prosesnya dari
paragraf pertama.
Orang pada dasarnya
sudah tau hal ini dari sejak zaman purba. Ia bukanlah keajaiban ilmiah
modern seperti yang diklaim oleh orang-orang tertentu. Orang di zaman
prasejarah sudah melihat awan berarak, walau beberapa mengatakan kalau
ada dewa atau tuhan yang mengaraknya. Tapi sebenarnya bukan tuhan, tapi
awan itu berarak karena arus udara yang mendorongnya.
Orang
zaman prasejarah juga dapat dengan mudah mengamati kalau beberapa awan
akan bertumpuk menjadi satu. Ingat, di zaman prasejarah belum ada
televisi atau internet. Orang punya banyaaaak waktu untuk melihat ke
atas dan menyaksikan fenomena awan dan hujan. Mereka bisa melihat kalau
dari celah-celah awan turun air, atau bahkan es, dan juga kilat. Ini
bukan keajaiban ilmiah dari orang masa lalu. Ini adalah hasil pengamatan
mereka yang punya banyak waktu. Hal ini semakin jelas bila anda hidup
di daerah gurun yang jarang hujan. Pada wilayah gurun, hujan akan sangat
diharapkan. Akibatnya orang akan bergembira kalau melihat awan dan
mereka akan memperhatikan dengan seksama bagaimana prosesnya. Awan
digiring, saling bertumpuk dan dari sela-selanya keluarlah hujan.
Mereka
juga dapat melihat dengan mudah kalau air hujan tersebut akan
menumbuhkan tanaman pertanian mereka, atau bunga-bungaan. Tanaman yang
tadinya kering menjadi segar. Sumur yang kosong mulai terisi. Ini fakta
ilmiah yang sangat mudah diketahui oleh orang zaman dahulu. Masyarakat
kuno bahkan sudah pandai menyalurkan air hujan ke lokasi-lokasi tertentu
sehingga kadarnya tidak berlebihan sehingga dapat menenggelamkan sawah.
Nah,
apa yang tidak diketahui oleh orang masa lalu adalah siklus lengkap
dari air ini. Dari mana saja air yang ada di awan. Itu mengapa kita
tidak menemukan orang yang mengatakan air menguap atau napasnya menjadi
awan di buku-buku kuno. Penguapan sangat halus dan sulit di amati,
apalagi oleh orang yang berada di tengah gurun yang jauh dari lautan
atau sumber air yang mampu menunjukkan penguapan yang bisa di amati.
Sekarang kita tahu, berkat sains, bahwa air tersebut berasal dari
berbagai jenis sumber. Dari samudera, sungai, air tanah, penguapan
salju, sungai es, napas mahluk hidup dan semua yang mengandung air dan
bisa menjadi uap air.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar