Pages

Jumat, 13 April 2012

Siklus Air


Siklus air adalah peredaran air di permukaan bumi dari satu bentuk ke bentuk lainnya. Gambar ini akan menunjukkan dengan jelas bagaimana siklus air berlangsung.


Siklus air tidak memiliki titik awal.
Namun kita akan memulai penjelasannya dari samudera, karena disanalah sebagian besar air yang ada di bumi berada. Matahari, adalah pengendali siklus air. Ia memanaskan air di samudera. Sebagian air yang terpanaskan menguap menjadi uap air. Uap air sangat ringan sehingga ia dapat naik ke atas menuju daerah atmosfer dimana ia mencapai keseimbangan. Perhatikan, udara di permukaan bumi, di sekitar anda sekarang, adalah udara yang berat. Udara yang ringan akan cenderung berada di atas udara yang berat, sehingga uap air, yang merupakan udara ringan, akan terangkat naik terus ke atas.
Selain air di samudera, uap air juga berasal dari es dan salju yang menguap karena sinar matahari. Bila anda mengamati balok es, anda akan melihat selain menjadi air, ia juga mengeluarkan uap. Uap ini adalah hasil sublimasi yang berupa uap air, dan ia juga akan pergi ke udara yang tinggi.
Arus udara naik adalah pendorong utama kenapa uap air dapat sampai ke udara yang tinggi dan ringan di atas sana. Anda bisa lihat kalau saat anda meniup uap yang ada di permukaan balok es, uap air tersebut semakin cepat naiknya.
Selain samudera, es dan salju, uap air juga dihasilkan dari penguapan air tanah dan air dari mahluk hidup. Setiap anda menghembuskan napas, anda mengeluarkan karbondioksida dan uap air. Ini juga sebagian besar akan terangkat ke udara atas.
Di atas, walau udara ringan dapat tenang, suhu lebih dingin dari di permukaan bumi. Ini terutama disebabkan karena udara merupakan penghantar panas yang buruk, sementara di daerah berkumpulnya uap air, semuanya adalah udara. Permukaan bumi tempat kita berada adalah penghantar panas yang lebih baik. Selain itu, tekanan di permukaan bumi lebih besar dari di atas sana. Ini wajar, karena kita ditimpa oleh udara yang sangat banyak. Sementara itu, udara di tempat berkumpulnya uap air lebih sedikit ditimpa udara di atasnya. Karena hukum gas mengatakan kalau tekanan sebanding dengan suhu, maka semakin kecil tekanan, semakin kecil suhu. Dan ini mengapa di atas sana, suhu udara lebih rendah daripada di permukaan bumi.
Karena suhu yang dingin ini, uap air akhirnya menjadi awan. Ia menjadi lebih padat. Sama halnya seperti air, kalau suhunya menjadi dingin, ia akan menjadi es. Keren bukan membayangkan kalau awan yang ada di atas sana ada yang memuat napas anda?
Arus udara kemudian menggerakkan awan ini. Di tiup kesana kemari di atmosfer bumi. Karena awan sendiri tidak tegar, maka ada beberapa molekul air di dalam awan ini saling bertabrakan. Seperti sekumpulan orang yang dipaksa masuk ke kereta api. Mereka berdesakan, ada yang bisa masuk ada yang tergencet. Tabrakan antara molekul ini membuat awan semakin padat. Beberapa sampai begitu padat hingga akhirnya kalah oleh gravitasi dan jatuh ke bumi.
Saat ia jatuh ke bumi, suhu semakin panas. Akibatnya bentuknya yang padat akan mencair saat jatuh. Dan jadilah hujan. Beberapa awan dekat bumi terlalu cepat jatuh sehingga belum sempat menjadi tetesan air kecil sehingga ia terasa seperti batu kerikil yang jatuh. Tetesan-tetesan air yang sangat banyak ini membombardir permukaan bumi dan mengirim pulang air yang tadinya berbentuk uap air naik menjadi cairan yang tumpah ke permukaan bumi.
Beberapa turun masih berupa salju, beberapa bahkan masih berupa batu es. Umumnya hujan yang turun dalam bentuk salju jatuh dipermukaan gunung. Hal ini wajar karena gunung itu sangat tinggi. Dan berarti lebih dekat ke awan. Salju yang jatuh tidak sempat menjadi air cair seperti hujan yang kita rasakan di dataran rendah. Di situ mereka akan terus ditumpuk selama bertahun-tahun bahkan beribu tahun lamanya!
Nah air yang telah turun sebagai hujan ini kemudian akan mengisi selokan, sungai, tanah, dsb. Kita memanfaatkannya untuk berbagai keperluan. Salju di daerah yang cukup hangat seperti daerah tropis, bila jatuh di permukaan gunung akan segera mencair dan mengalir turun ke sungai atau pematang sawah. Ada banyak air, banyaak sekali air tergantung lamanya waktu dan besarnya awan hujan. Ada loh awan hujan yang ukurannya sebesar gunung. Bisa kamu bayangkan betapa padatnya udara di dalam pusat gunung awan ini. Mereka begitu padat sehingga saat bersentuhan mengeluarkan listrik. Dan listrik tersebut yang kita sebut petir dan kilat.
Demikianlah, air dari hujan terus mengalir ke berbagai tempat. Sebagian ke samudera, sebagian ke bawah tanah, sebagian ke pancuran anda. Dan dari sini siklus akan kembali dimulai. Dan anda bisa membaca lagi prosesnya dari paragraf pertama.
Orang pada dasarnya sudah tau hal ini dari sejak zaman purba. Ia bukanlah keajaiban ilmiah modern seperti yang diklaim oleh orang-orang tertentu. Orang di zaman prasejarah sudah melihat awan berarak, walau beberapa mengatakan kalau ada dewa atau tuhan yang mengaraknya. Tapi sebenarnya bukan tuhan, tapi awan itu berarak karena arus udara yang mendorongnya.
Orang zaman prasejarah juga dapat dengan mudah mengamati kalau beberapa awan akan bertumpuk menjadi satu. Ingat, di zaman prasejarah belum ada televisi atau internet. Orang punya banyaaaak waktu untuk melihat ke atas dan menyaksikan fenomena awan dan hujan. Mereka bisa melihat kalau dari celah-celah awan turun air, atau bahkan es, dan juga kilat. Ini bukan keajaiban ilmiah dari orang masa lalu. Ini adalah hasil pengamatan mereka yang punya banyak waktu. Hal ini semakin jelas bila anda hidup di daerah gurun yang jarang hujan. Pada wilayah gurun, hujan akan sangat diharapkan. Akibatnya orang akan bergembira kalau melihat awan dan mereka akan memperhatikan dengan seksama bagaimana prosesnya. Awan digiring, saling bertumpuk dan dari sela-selanya keluarlah hujan.
Mereka juga dapat melihat dengan mudah kalau air hujan tersebut akan menumbuhkan tanaman pertanian mereka, atau bunga-bungaan. Tanaman yang tadinya kering menjadi segar. Sumur yang kosong mulai terisi. Ini fakta ilmiah yang sangat mudah diketahui oleh orang zaman dahulu. Masyarakat kuno bahkan sudah pandai menyalurkan air hujan ke lokasi-lokasi tertentu sehingga kadarnya tidak berlebihan sehingga dapat menenggelamkan sawah.
Nah, apa yang tidak diketahui oleh orang masa lalu adalah siklus lengkap dari air ini. Dari mana saja air yang ada di awan. Itu mengapa kita tidak menemukan orang yang mengatakan air menguap atau napasnya menjadi awan di buku-buku kuno. Penguapan sangat halus dan sulit di amati, apalagi oleh orang yang berada di tengah gurun yang jauh dari lautan atau sumber air yang mampu menunjukkan penguapan yang bisa di amati. Sekarang kita tahu, berkat sains, bahwa air tersebut berasal dari berbagai jenis sumber. Dari samudera, sungai, air tanah, penguapan salju, sungai es, napas mahluk hidup dan semua yang mengandung air dan bisa menjadi uap air.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar