Subscribe:

Astronomi

Minggu, 11 Agustus 2013

Nobel untuk Protein Sang Ubur-ubur

Frog-GFP-dn14895-1 250
Kodok hasil rekayasa genetik dengan gen Ubur-ubur.
Siapa tak kenal ubur-ubur, hewan nyentrik nan indah berwarna-warni terlihat seperti memancarkan cahaya berkilauan. Hewan ini sering menjadi maskot makhluk laut, sampe-sampe Spongebob dan Patrick pun hobi berburu ubur-ubur. Dan siapa sangka hewan mungil ini mengantarkan tiga orang ilmuwan meraih hadiah Nobel bidang kimia tahun 2008 karena mengisolasi dan mengembangkan salah satu protein yang kini jadi favorit para ilmuwan di seluruh dunia, yaitu Green Fluorescent Protein (GFP).Protein ini memendarkan cahaya hijau ketika terpajan (exposed) pada cahaya biru. Dan gen pengkode protein ini telah dicoba diklonkan ke dalam sel makhluk hidup seperti bakteri, yeast, serangga dan bahkan manusia, untuk membuktikan bahwa suatu gen “alien” (asing) dapat diinsersi, diekspresikan dan dilewatkan.
Saat ini GFP telah digunakan dalam berbagai aplikasi, mulai dari mencari obat untuk menangani ketulian hingga membuat ANDi –primata pertama hasil rekayasa genetika– yang saat ini digunakan untuk mengembangkan pengobatan untuk penyakit Huntington. Bahkan GFP ini berpotensi digunakan untuk menemukan bahan tambang di lokasi pertambangan melalui bakteri yang dilabel GFP. GFP juga bisa berkelap-kelip pada temperatur yang berbeda-beda, sehingga berpotensi untuk digunakan sebagai termometer kecil. Sungguh luar biasa. Maka tak heran jika Osamu Shimomura (Marine Biological Laboratory, Woods Hole), Martin Chalfie (Columbia University, New York) dan Roger Tsien (the University of California, San Diego) menerima hadiah Nobel untuk jasa mereka.
Berikut ini adalah gambar-gambar terkait GFP yang sangat menarik yang diambil dari situs NewScientist.com

Aequorea victoria

Image: Markus Nolf, Wikimedia Commons
Image: Markus Nolf, Wikimedia Commons
Sebuah protein fluorescent dari ubur-ubur kristal (Aequorea victoria) yang tinggal di Samudera Pasifik Utara, membuat penemunya menerima anugerah Nobel bidang kimia.
Dengan menautkan gen yang mengkode Green Fluorescent Protein (GFP) dengan gen lain, para ilmuwan dapat melacak sel dan organisme secara rinci dan indah.

Warna-warni GFP

2 - fpbeachtsien
Image: Nathan Shaner, Paul Steinbach, Roger Tsien, Wikimedia Commons
GFP asli bekerja dengan baik pada luminisensi Ubur-ubur, tetapi para ilmuwan merasa kurang puas dan berusaha mengembangkan GFP ini selama dua dekade terakhir. Mereka melakukan teknik rekayasa genetika untuk membuat GFP berpendar lebih terang, lebih lama dan bahkan dengan warna-warni berbeda.
Gambar di atas bukanlah coretan crayon anak SD, tetapi merupakan goresan bakteri dalam cawan Petri yang mengekspresikan GFP dalam berbagai versi yang berbeda warna. Benar-benar keren!

GFP Pada Mencit

3 - mice
Image: University of Pennsylvania
Mencit pun kini sudah berhasil ‘dimodifikasi’ agar dapat berpendar seperti Ubur-ubur, mereka kini dapat mengekspresikan GFP di dalam setiap sel tubuhnya.

Macaca pun Bisa Hijau

4 - nature06975-f1
Image: Anthony Chan, Yerkes National Primate Research Center
Bahkan, organisme yang sangat kompleks seperti Macaca ini pun kini bisa ‘disusupi’ GFP. Para ilmuwan merekayasa beberapa rhesus Macaca untuk mengekspresikan GFP bersama dengan sebuah protein yang menyebabkan sang hewan menderita penyakit Huntington, sebuah penyakit neurodegeneratif. GFP digunakan untuk memastikan bahwa gen penyebab penyakit tadi telah ‘merasuk’ ke dalam tubuh monyet tadi.

Struktur 3D GFP

5 - protein gfp 1ema
Image: Alexander Brandt, Wikimedia Commons
GFP sendiri terdiri atas 238 asam amino. Bentuknya yang menyerupai gentong inilah yang menjadi kunci sifat fluoresensi yang dimiliki GFP.

GFP pada Yeast

6 - yeast membrane proteins
Image: Masur, Wikimedia Commons
Ragi kue/roti di atas mengaktifasi dua versi GFP yang berbeda pada membran permukaannya, yaitu GFP hijau dan merah.
Jika protein yang berwarna merah dan hijau sama-sama terekspresi di dalam sel, maka akan terlihat corak warna kekuningan. Sifat ini membantu para ilmuwan jika GFP digunakan untuk melacak dua protein yang berada di dalam lokasi yang sama di dalam sel.

Pelangi GFP

7 - brainbow-749458
Image: Jean Livet et al, Harvard University
Gambar di atas adalah sel-sel otak tikus –disebut brainbow– merupakan kombinasi antara protein ubur-ubur dan protein fluorescent koral.
Dengan mencampurkan protein fluorescent yang berwarna hijau, merah, kuning dan oranye, para ilmuwan dapat membuat hingga 90 warna yang berbeda. Palet warna ini dapat melacak jaringan yang rumit koneksi antara sel-sel otak.
Dengan begitu besarnya manfaat GFP dan luasnya aplikasi GFP dalam berbagai penelitian, maka pantaslah sang ilmuwan yang pertama kali menemukan manfaat besar protein ini untuk dianugerahi hadiah Nobel. Yang jelas manfaatnya akan makin terasa terutama dalam penelitian mengenai mekanisme penjangkitan dan pengobatan suatu penyakit. Tak sia-sia Allah SWT menciptakan sesuatu, pasti ada manfaatnya.

{ 1 komentar... read them below or add one }

  1. Terimakasih atas informasinya :) semoga sukses slalu .. Ditunggu informasi menarik selanjutnya :) senang berkunjung ke website anda, terimakasih. sekali lagi thanks.

    BalasHapus