Pages

Jumat, 29 Maret 2013

Energi Hijau, Energi dari Tumbuh-tumbuhan

Energi Hijau, Energi dari Tumbuh-Tumbuhan. http://baltyra.com
Sobat bumi, kita semua mengetahui bahwa kekayaan alam Indonesia sungguh luar biasa besar nilainya. Kekayaan alam itu tersebar baik di darat maupun di laut dan menjadi sumber penghidupan bagi kita semua.
Sejarah mencatat bahwa kekayaan alam yang begitu besar itu telah memancing bangsa barat untuk datang dan bermaksud untuk turut menikmatinya. Akibatnya, selama ratusan tahun lamanya bangsa kita terkungkung dalam derita sebagai negara jajahan.
Kini, 67 tahun sudah Indonesia resmi merdeka. Bangsa kita telah memiliki kedaulatan penuh untuk mengelola kekayaan alam yang terkandung di dalam tanah airnya itu.
Minyak Bumi sebagai Kekayaan Alam Andalan Indonesia
Minyak bumi adalah salah satu kekayaan alam yang menjadi andalan bangsa Indonesia. Ia merupakan salah satu sumber energi yang berkontribusi besar dalam memasok keperluan energi bagi kelangsungan hidup manusia.
Peran minyak bumi sebagai sumber energi utama itu hingga kini belum dapat tergantikan dengan sumber yang lain. Sektor listrik, transportasi, dan industri mutlak membutuhkan pasokan minyak bumi itu. Tanpanya, roda perekonomian akan berhenti bergerak sehingga berpengaruh buruk bagi kesejahteraan masyarakat.

Kontribusi minyak bumi bagi penerimaan negara sendiri cukup besar. Pada masa orde baru, penerimaan negara dari sektor minyak bumi dan gas bahkan selalu memberikan kontribusi yang sangat besar dan menempati urutan pertama dengan besaran kontribusi sekitar 70%. Angka ini terus bertahan selama belasan tahun dengan ekspansi dan eksplorasi yang semakin besar. Namun kemudian, kontribusi itu terus menurun seiring dengan menurunnya jumlah cadangan minyak Indonesia dan rendahnya jumlah minyak yang diproduksi. Kini, kontribusi penerimaan negara dari sektor migas itu hanya berkisar 25%-30% saja[1].
Sobat bumi mungkin belum semuanya mengetahui bahwa tambang minyak pertama di Indonesia bernama Tambang Telaga Said. Tambang ini terletak di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, ditemukan pada tahun 1885 dan dieksploitasi oleh perusahaan Belanda bernama Royal Dutch. Setelah penemuan tambang pertama itu, segera bermunculan pula penemuan tambang-tambang lain yang tersebar di pulau-pulau Indonesia.
Selama bertahun-tahun minyak bumi Indonesia itu dieksploitasi secara gratis oleh para penjajah. Titik terang mulai muncul ketika pada tanggal 10 Desember 1957 negara mendirikan PT Pertambangan Minyak Nasional Indonesia (PERMINA). PT PERMINA ini merupakan cikal bakal dari lahirnya PT PERTAMINA yang kita kenal sekarang ini.
Cadangan dan Produksi Minyak Bumi Indonesia
Pada dasarnya, belum ada data yang pasti mengenai berapa cadangan minyak bumi yang ada dalam perut bumi Indonesia. Pada tahun tertentu, jika tidak ditemukan cadangan baru, maka secara otomatis cadangan yang ada pada tahun tersebut akan lebih kecil daripada tahun sebelumnya. Namun, jika ternyata ditemukan cadangan yang baru, keadaan bisa saja menjadi sebaliknya.
Tren cadangan minyak bumi Indonesia dari tahun 2004 hingga 2011 menunjukkan angka penurunan. Berikut ini adalah data resmi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengenai data cadangan minyak bumi di Indonesia sampai dengan tahun 2011.
Cadangan Migas dalam Angka. Sumber: Statistik Kementerian ESDM.
Peta Persebaran Minyak Bumi Indonesia. Sumber Kementerian ESDM.
Sementara itu, seiring dengan menurunnya jumlah cadangan minyak bumi itu, produksi minyak bumi Indonesia dari tahun ke tahun juga tengah mengalami penurunan cukup signifikan, sebagai berikut:
Tabel Produksi Migas Indonesia. Sumber: Kementerian ESDM
Melihat kondisi tersebut, menjadi tanda bahwa minyak bumi di perut Indonesia telah memasuki masa-masa penghabisan. Beberapa sumber mengatakan bahwa cadangan minyak bumi itu akan habis dalam kurun waktu 10 tahun,[2] beberapa yang lain mengatakan bahwa cadangan itu akan habis pada tahun 2032.[3]
Apapun itu, semuanya sepakat bahwa sumber energi fosil memang merupakan sumber energi yang tidak terbarukan. Suatu saat kelak, ia akan habis dari bumi kita. Kapan habisnya, hanya tinggal menunggu waktu saja.
Kembali ke Energi Hijau
Dengan kondisi cadangan minyak bumi yang semakin menipis itu, dunia kemudian melirik kembali ke energi hijau. Energi hijau merupakan sebutan bagi sumber energi yang berasal dari tumbuh-tumbuhan.
Prinsipnya sederhana, tumbuh-tumbuhan merupakan organisme penyimpan energi yang efektif. Tumbuhan mengambil bahan mentah seperti air dari dalam tanah dan karbondioksida dari udara kemudian mengubahnya menjadi oksigen dan gula dengan bantuan sinar matahari. Energi itu disimpan tumbuhan di daun, batang, buah, dan bahkan akar. Energi yang tersimpan itu akan dilepas ketika tanaman telah mati, membusuk, atau dimakan manusia atau hewan. Energi  itu lah yang dapat dimanfaatkan sebagai energi hijau, tentu saja melalui serangkaian proses dan mekanisme tertentu.
Bagi sobat bumi yang menyukai kajian mengenai sejarah, mungkin sobat bumi pernah mendengar bahwa rakyat Indonesia pernah dipaksa oleh penjajah Jepang untuk menanam pohon jarak pagar untuk diambil minyaknya sebagai bahan pelumas kendaraan dan peralatan perang. Prinsip ini pun sebenarnya merupakan salah satu bentuk pemanfaatan energi hijau.
Sobat bumi barangkali juga pernah mendengar bahwa penemu mesin diesel pertama, Rudolf Diesel, ketika menguji coba mesin diesel pertamanya pada tahun 1898, ia menggunakan minyak kacang dan minyak ganja. Henry Ford juga pernah membuat sebuah mobil yang digerakkan dengan alkohol yang berasal dari tumbuh-tumbuhan.
Ini artinya, pergulatan mengenai energi hijau telah dilakukan sejak dulu kala. Namun, kemudian pamor energi hijau seakan terkalahkan dengan energi fosil. Sebagian besar pengembangan energi, lebih banyak bertumpu pada energi fosil itu. Kini, ketika energi fosil mulai menunjukkan tanda-tanda kelangkaan, energi hijau kembali dilirik meskipun sifatnya masih dianggap sebagai energi alternatif semata.
Indonesia Negara yang Kaya Sumber Energi Hijau
Dengan Tanahnya yang Subur, Berbagai Macam Tanaman Hidup di Bumi Indonesia
Indonesia merupakan sebuah negara yang dianugerahi kekayaan alam sangat kompleks. Pertama, kandungan barang tambang dalam perut buminya lumayan besar. Kedua, dengan dukungan iklim yang toleran, tanah-tanah yang dimiliki merupakan tanah-tanah yang subur. Dan ketiga, di atas tanah-tanah yang subur itu telah lama tumbuh berbagai macam tumbuhan yang bermanfaat bagi kehidupan.
Di Indonesia, tercatat terdapat 8000 tumbuh-tumbuhan yang telah teridentifikasi.[4]  Jumlah ini diperkirakan baru 20% dari seluruh jumlah tumbuhan yang hidup di Indonesia. Tumbuh-tumbuhan itu tersebar di daratan maupun di dalam lautan.
Tumbuh-tumbuhan yang merupakan penyimpan cadangan energi yang efektif itu tak hanya dapat dimanfaatkan sebagai sumber pangan. Faktanya, tumbuh-tumbuhan itu bermanfaat sebagai sumber energi bahan bakar yang tak akan ada habisnya. Berbagai macam penelitian telah membuktikannya.
Selama di Indonesia masih terdapat media tanah, air, dan sinar matahari, tumbuh-tumbuhan akan terus tumbuh di atasnya. Maka dari itu, dengan sendirinya energi hijau merupakan sebuah energi yang terbarukan.
Seharusnya kita tidak perlu khawatir dengan berkurangnya cadangan minyak fosil dunia. Asalkan energi hijau itu mampu dikembangkan dengan optimal, kita tetap memiliki keunggulan komparatif dari negara-negara di seluruh dunia. Kita dianugerahi tanah yang subur dengan berbagai macam tanaman yang bermanfaat. Kita berbeda dengan negara-negara barat atau timur tengah yang dianugerahi kandungan minyak yang tinggi namun tidak dianugerahi kesuburan tanah semelimpah kita.
Berbagai Macam Tanaman Sumber Energi Hijau
Hingga saat ini, di Indonesia telah ditemukan sekitar enam puluhan tanaman yang dapat dikembangkan menjadi energi hijau. Tanaman-tanaman itu ada dan hidup dengan subur di tanah-tanah Indonesia, tersebar di hampir seluruh nusantara.
Tulisan ini tidak akan mengupas semua jenis tanaman itu. Namun, ada baiknya sobat bumi mengetahui beberapa tanaman utama yang selama ini menjadi kajian para peneliti. Beberapa tanaman tersebut akan saya jelaskan satu demi satu berikut ini.
1. Jarak pagar
Jarak pagar merupakan sumber biodiesel. Tanaman ini banyak ditanam di Indonesia semasa penjajahan Jepang. Kala itu, penjajah Jepang memaksa penduduk Indonesia untuk menanam pohon jarak di pagar-pagar rumah dan lahan penduduk. Tujuannya, tanaman jarak tersebut nantinya akan diambil minyaknya untuk dijadikan pelumas kendaraan dan alat tempur tentara Jepang.
Di negara lain, minyak jarak pagar juga telah dikembangkan, yakni di Mali, India, dan beberapa negara Afrika. Ke depan, minyak jarak pagar ini diproyeksikan akan menggantikan peran solar sebagai bahan bakar.
2. Kelapa sawit
Kelapa sawit yang kita kenal selama ini merupakan bahan baku minyak goreng. Kenyataannya, kelapa sawit juga merupakan sumber biodiesel yang menyimpan potensi cukup besar. Minyak kelapa sawit ini telah banyak dikembangkan di Malaysia. Indonesia sendiri tidak mau kalah dengan hal itu. Pada tahun 2004, misalnya, pernah diujicobakan biodiesel berbahan dasar minyak kelapa sawit pada sebuah mobil bermesin diesel yang menempuh rute Medan-Jakarta. Hasilnya, cukup menjanjikan.
3. Singkong
Singkong. Diunduh dari http://naijabizcom.com
Sobat bumi tentu pernah menikmati lezatnya singkong. Entah dalam bentuk singkong rebus atau produk olahannya semisal keripik. Mungkin sebelumnya kita tak menduga bahwa singkong juga bisa kita manfaatkan sebagai sumber bioetanol. Bioetanol tersebut diproyeksikan akan menggantikan peran bensin sebagai bahan bakar. Hal ini pun sedang terus digalakkan oleh pemerintah. Dalam sebuah penelitian diperoleh fakta bahwa dari 1000 kilogram singkong akan menghasilkan 166,6 liter bioetanol. Sebuah sumber yang cukup potensial.
4. Kelapa
Kita semua tahu bahwa kelapa tumbuh di hampir semua tempat yang memiliki dataran rendah. Selama ini, kelapa dikonsumsi penduduk untuk keperluan memasak, diambil minyaknya, atau diminum airnya yang masih segar. Nyatanya, kelapa juga menyimpan potensi sebagai bahan bakar yang lumayan. Ia bisa digunakan sebagai bahan bakar berupa biodiesel dan minyak tanah. Di Filipina, pengembangan kelapa sebagai bahan bakar telah dilakukan secara besar-besaran.
5. Tebu
Tebu merupakan bahan baku dalam pembuatan gula. Nyatanya, tebu juga dapat digunakan sebagai bahan baku bioetanol. Bioetanol dari tebu bisa dihasilkan dari tebu secara langsung maupun dari limbah tetesan tebu yang muncul dalam pembuatan gula. Di Brasil, limbah tebu yang selama beberapa waktu dikenal sangat mengganggu, nyatanya telah mampu diubah menjadi bioetanol. Pada akhirnya, Brasil tidak hanya menjadi salah satu negara pengekspor gula terbesar di dunia. Ia  juga memproduksi bioetanol dari limbah tebu yang dihasilkan. Tentu kita patut iri dengan kemampuan Brasil itu.
Di luar tanaman-tanaman tersebut di atas, terdapat tanaman lain yang juga menyimpan potensi sebagai sumber energi hijau, seperti jagung, bunga matahari, kacang tanah, sorgum, ganggang, kecipir, alpukat, nipah, nimba, randu, labu merah, sagu, ubi jalar, kelor, wijen, jarak kepyar, ganggang, dan spesies-spesies lainnya. Banyak dan semuanya ada di Indonesia bukan?
Lumut pun Bisa Dijadikan Minyak?
Berita terkahir mengenai energi hijau yang saya ketahui juga datang dari lumut. Para peneliti dari Amerika Serikat telah berhasil mengekstrasi minyak dari lumut. Mengagetkan bukan? Bayangkan, dari sebuah lumut saja bisa menghasilkan bahan bakar, sedang lumut sendiri kita tahu merupakan tanaman perintis yang sangat gampang ditemukan di tempat-tempat lembab, seperti pinggiran sungai atau di dalam hutan. Kelak, dengan sedikit rekayasa lingkungan, lumut-lumut itu dapat dibudidayakan dengan mudah di tanah-tanah kita.
Berikut kutipan beritanya:
Menuju Indonesia Mandiri Melalui Energi Hijau
Dengan banyaknya sumber energi hijau yang terhampar di bumi pertiwi, bukan tidak mungkin kelak kita akan benar-benar menjadi bangsa yang mandiri. Sekali lagi, kita memiliki keunggulan komparatif atas sumber-sumber energi hijau itu dari negara-negara lain. Tanah kita tanah yang subur. Aneka tanaman tumbuh di atasnya. Jika keunggulan ini bisa kita optimalkan dengan sebaik mungkin, alhasil kita akan menjadi negara penyumbang energi hijau terbesar di dunia.
Mengenai hal itu, tentu lah dibutuhkan political will yang serius dari pemerintah. Bagaimanapun, pemerintah adalah pihak yang paling menentukan arah pembangunan energi kita. Pemerintah yang mempunyai dana untuk mengembangkan energi hijau itu. Kuncinya, ada di tangan pemerintah. Namun begitu, melihat potensi yang ada itu, sulit rasanya bagi kita untuk tidak optimis dengan keunggulan yang kita miliki itu.
Petani pun Tersenyum
Penggunaan Energi Hijau akan Semakin Memuliakan Kiprah Petani
Dengan pengembangan energi hijau yang masif, efek baiknya tidak hanya berupa ketersediaan energi yang melimpah di negara kita. Hal ini pun akan sangat menggembirakan bagi para petani.
Petani kelak akan lebih tenang dalam menanam berbagai macam tanaman bermanfaat. Permintaan akan produk-produk pertanian tidak hanya akan datang dari sektor pangan, tetapi juga sektor energi. Nilai tukar produknya akan meningkat. Imbasnya, kesejahteraan petani yang selama ini kita kenal masih rendah, dengan sendirinya akan meningkat.
Sayangnya, terkadang kebijakan pemerintah untuk memajukan petani itu tidak bisa diterapkan dengan pas pada tataran praktik. Sekitar tahun 2006, pemerintah pernah begitu gencar mengampanyekan tanaman jarak pagar untuk ditanam para petani kita. Kampanye yang gencar itu pada dasarnya telah berhasil membuat para petani menanam jarak pagar di lahan-lahan mereka. Namun, ketika jarak pagar yang petani tanam sudah dipanen, harga biji jarak pagar tidak sesuai dengan yang petani harapkan. Akibatnya, petani merasa malas untuk menanam kembali jarak pagar itu karena harganya yang dinilai terlalu rendah.[5]
Kejadian sebagaimana dalam kasus jarak pagar di atas mestinya tidak boleh terulang lagi. Hal ini, sekali lagi, kuncinya ada di tangan pemerintah.
Satu Kampung Satu Mesin Pengolah
Kita semua tahu bahwa setiap daerah mempunyai potensi pertanian yang berbeda-beda. Ke depan, andai saja konsep mengenai energi hijau itu benar-benar terlaksana, bukan tidak mungkin setiap daerah itu mempunyai bahan bakar hijau yang berasal dari tanaman-tanaman sesuai dengan ciri khas daerah tersebut.
Wilayah Sumatera, misalnya, unggul dari tanaman kelapa sawit dan karet. Maluku unggul dengan sagu. Madura unggul dengan jagung. Beberapa daerah lain bisa segera menyesuaikan dengan karakteristik lokal masing-masing. Dengan latar belakang demikian, bukan tidak mungkin jika setiap daerah kelak akan memiliki mesin pengolahan minyak sendiri untuk mengolah tanaman-tanaman penduduk menjadi bahan bakar.
Setiap daerah kelak akan mandiri dengan energi yang dimilikinya masing-masing. Sumbernya berasal dari tanaman-tanaman mereka sendiri. Mereka mengolahnya sendiri dengan mesin yang dimiliki sendiri atau bersama-sama.
Sobat bumi, coba kita bayangkan jika hal demikian bisa terjadi. Begitu luar biasa manfaatnya. Hal ini menurut saya bukan sesuatu yang mustahil asalkan disertai dengan komitmen dan kerja keras dari pemerintah dan diiringi dengan jalinan kemitraan yang baik dengan masyarakat.
Jika ini terealisasikan, kelak energi hijau akan menjadi energi yang utama bagi keperluan hidup masyarakat. Tanah-tanah Indonesia sudah menyediakan sumber itu sejak lama. Selama air masih tersedia dan selama matahari masih menyinari bumi pertiwi kita, energi hijau akan tetap ada.  Tinggal kita mau memanfaatkannya atau tidak.
Namun begitu, bukan berarti kita semua boleh menyombongkan diri dengan potensi yang kita miliki itu, apalagi sampai berlaku boros dengan segala sumber energi fosil yang selama ini ada. Pembuatan energi hijau masih membutuhkan proses yang panjang, dengan dana yang tidak sedikit, dan tentu saja disertai kerja keras yang nyata.
Sobat bumi sekalian, semoga kelak bangsa kita bisa menjadi bangsa yang benar-benar mandiri, dengan potensi yang kita miliki itu.

http://teguhalkhawarizmi.wordpress.com/2012/11/26/menantikan-energi-hijau-untuk-kemandirian-indonesia/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar